Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gejala Dermatitis Atopik

Gejala Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor herediter atau penyakit pewarisan watak atau keturunan dan faktor  lingkungan, bersifat kronik residif ( menahun dan gampang kambuh ) dengan gejala kulit kemerahan (eritema), terdapat benjolan kecil ( papula ), melepuh ( vesikel ), kusta,bersisik ( skuama ) dan gejala gatal-gatal. Apabila residif tau sudah menahun sering disertai infeksi,alergi, faktor psikologik, atau diakibatkan bahan kimia atau hal-hal yang menyebabkan iritasi.
Gejala Dermatitis Atopik
Gejala Dermatitis Atopik
sumber: freepik.com


Dermatitis atopik atau yang lebih umum disebut eksema atau eksim adalah bentuk penyakit peradangan yang kronis kulit yang kering dan gatal luar biasa umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak. Dermatitis atopik atau Eksim  dapat menyebabkan gatal yang luar biasa, peradangan, dan  bahkan menyebabkan gangguan tidur.  Pada kenyataanya menurut penelitian penyakit ini banyak dialami sekitar 10-20% anak.Episode pertama biasa terjadi sebelum menginjak usia 12 bulan dan selanjutnya akan hilang dan timbul hingga anak melewati masa-masa tertentu. Sebagian besar anak yang menderita darmatitis atopik atau eksim sebelum usia 5 tahun. Dan sebagian kecil  akan terus mengalaminya hingga dewasa.

Dinamakan dermatitis atopik dikarenakan kebanyakan penderitanya akan memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE ( imunoglobulin E ) dan mempunyai kecenderungan akan menderita penyakit asma, rinitis atau bahkan  keduanya di kemudian hari yang atau yang disebut sebagai allergic march. Meskipun demikian, penyebutan dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.Dermatitis atopik pada umumnya sering disebut  eksema atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis.

Angka kejadian dermatitis atopik di masyarakat diperkirakan sekitar 1-3% dan terjadi pada anak < usia 5 tahun 3,1% dan prevalensi kejadian Dermatitis atopik pada anak  meningkat 5-10% pada usia 20-30 tahun terakhir.
Peningkatan prevalensi inibisa dimungkinkan karena faktor lingkungan, seperti  bahan kimia pada industri, makanan olahan atau siap saji, atau sesuatu yang baru yang bisa memicu dermatitis atopik. Namun ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan proses diagnosis dan pengumpulan data, dimana kondisi terdahulu belum terdeteksi walaupun sudah banyak yang mengalami dermatitis atopik atau eksim ini.


Meskipun demikian sampai sekarang etiologi maupun mekanisme yang pasti tentang Dermatitis Atopik belum semuanya diketahui, demikian pula mengenai adanya rasa gatal yang bisa menjangkit seluruh tubuh ( pruritus ) pada Dermatitis Atopik. Tanpa diagnosa terhadap rasa gatal-gatal ini ( diagnosa pruritis ) tidak bisa di vonis bahwa itu adalah Dermatitis Atopik. Kondisi gatal dan rasa nyeri sama-sama menjadi faktor perangsang ( reseptor ) pada  dermoepidermal, yang disalurkan melalui saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang seterusnya akan  diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan dan ditanggapi oleh tubuh. Dengan kondisi mendapat rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah bisa menyebabkan rasa gatal, sedangkan rangsangan yang kuat dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri pada penerita dermattitis atopik. Sebagian penyebab atau patogenesis Dermatitis Atopik  dapat dijelaskan baik secara imunologik dan nonimunologik.

Banyaknya faktor penyebab Dermatitis Atopik antara lain faktor genetik, emosi, trauma, keringat, imunologik serta
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g dalam tubuh yang menurun. Interleukin spesifik  (pengaturan sistem dan respon terhadap kekebalan ) terhadap alergi yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) menjadi meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan pada IgE ( imunoglubin E ).
Imunopatologi Kulit atau sistem kekebalan kulit pada tubuh Penderita  Dermatitis Atopik, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini menggunakan CLA maupun perangsa atau reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi endotelium pada pembuluh darah. Di dalam pembuluh darah perifer pasien Dermatitis Atopik, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan kode CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang sudah teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi penyebab kematian sel ( apoptosis ). Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena mereka dilindungi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikannya peka terhadap proses kematian sel atau apoptosis pada kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi oleh Fas ligand yang diekspresi pada permukaan sel-sel T atau  berada di microenvironment.
Respon kekebalan kulit Sel-sel T baik subset CD4+ ataupun subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sebagian besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE ditubuh. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sementara lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil.

Gejala Dermatitis Atopik

Pengaruh Genetik / Gen Maternal Dermatitis atopik

Pengaruh genetik Dermatitis atopik sangat kuat. Karena ada peran kromosom 5q31-33, kromosom 3q21, dan kromosom 1q21 and 17q25.Prsoes ini juga melibatkan gen yang independen dari mekanisme alergi.Juga terdapat  peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada dasarnya berjalan bersama penyakit atopi yang lain, seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang kembar monosigotik atau  saudara kembarnya menderita Dermatitis Atopik  adalah 86%.

Gejala Dermatitis Atopik

Reaksi imunologis Dermatitis Atopik

Sekitar 70% anak yang menderita Dermatitis Atopik mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik itu sendiri. Sekitar 80% anak penderita Dermatitis Atopik, ada peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak penerita Dermatitis atopik terutama yang ringan dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di masa depan (allergic march), dan semuanya memberikan dugaan/hipotesa bahwa dasar Dermatitis Atopik  adalah suatu kecenderungan genetik untuk tumbuh kembng alergi atau penyakit atopi.

Gejala Dermatitis Atopik

Ekspresi sitokin Dermatitis Atopik

Keseimbangan sitokin yang dari Th1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi inflamasi pada penderita Dermatitis Atopik. Pada lesi yang Akut  bisa ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi sedangkan pada Dermatitis Atopik yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, akan tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada penderita  Dermtatitis Atopik akut.

Anak dengan faktor genetik atopik lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan  (makanan dan inhalan), dan bisa menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Sedangakn Imunitas  seluler dan respons tubuh  terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita  Dermatitis Atopik, sbagai akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), hal ini mengakibatkan rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun sebagai akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri,  dan jamur yang meningkat.

Di antara mediator yang dilepaskan  sel mast, yang berperan dalam pruritus adalah vasoaktif amin, yaitu histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan lain-lainnya.Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penatalaksanaan Dermatitis Atopik , walaupun antihistamin sering digunakan, namun hasilnya tidak terlalu berhasil dan menggembirakan yang sampai saat ini masih banyak pro dan kontra dari para ahli mengenai manfaat antihistamin pada penerita Dermatitis Atopik.

Akibat garukan akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya di kulit luar epidermis, yang akan meningkatkan tambah parahnya kondisi Dermatitis Atopik dan bertambah beratnya eksim yang di derita.

Gejala Dermatitis Atopik

Antigen Presenting Cells 

Kondisi kulit penderita Dermatitis Atopik mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai kecendrungan membentuk senyawa lain ( afinitas ) tinggi untuk mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat faktor perangsang (reseptor) FceRI pada permukaannya, serta beperan untuk menunjukkan alergi ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan yang juga akan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.

Gejala Dermatitis Atopik

Faktor non imunologis dan gejala Dermatitis Atopik

Faktor kegagalan terhadap kekebalan ( non imunologis ) yang menyebabkan rasa gatal pada Dermatitis Atopik  antara lain faktor genetik, yaitu kulit penderita Dermatitis Atopik yang mengering (xerosis). Kekeringan pada kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak mengeluarkan keringat, dan bahan dari detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti terkena iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal yang bertambah.

Untuk informasi mengenai obat dermatitis atopik bisa di baca disini

Untuk informasi mengenai pengobatan dermatitis atopik bisa di baca disini